Pengemis Jalanan
Seorang anak sekolah yang akrab dipanggil dengan Cica
dan sahabatnya bernama Rio. Setia pulang sekolah Cica dan Rio selalu melewati
Jl. Raya Mampang Jakarta. Daerah tersebut adalah daerah yang cukup ramai dan
padat. Mulai dari tukang jualan, pengemis, pengamen dan pengguna jalan kaki
selalu memadati jalan itu. Terlebih
angkutan umum seperti metromini, kopaja, bajaj dan lainnya kendaraan yang
berpolusi tinggi hampir setiap hari membuat macet kota Jakarta. Terkadang
disiang hari dengan panas matahari yang terik, membuat keinginan untuk mencari
minum-minuman segar. Nah, salah satu tukang dagang didaerah situ, tepatnya
disudut bangunan ruko tua dibawah pohon rindang sampingnya, menjual es teler yang harganya sangat
terjangkau, untuk anak sekolah seperti Cica dan Rio. Mungkin hampir setiap hari
mereka selalu bersantai ditukang es teler itu. Mereka memanggil tukangnya
dengan sebutan “Si Abah”, mungkin karena fisiknya yang agak tua.
Cica dan Rio yang sedang asik bercanda, tiba-tiba ada
seorang gadis muda berambut panjang dengan pakaian berantakan dan wajah kusam
yang terkesan sangat tidak terurus, merintih kesakitan karena wajahnya yang
luka dan meminta sumbangan dengan ucapannya “mba, mas, saya belum makan tiga
hari, saya lapar”. Dengan sangat ibanya Cica dan Rio memberikan sebagian sisa
uang jajannya. Kembali lagi Cica dan Rio bercerita tentang pengemis gadis muda
itu. Cerita belum selesai, kemudian lewatlah seorang pemulung yang sedang asik
mencari sisa gelas aqua. Cica menengok kearah Rio sambil menggeleng-gelengkan
kepalanya dan berbisik kepada rio “ternyata kita masih lebih beruntung
dibanding mereka ya”, Rio pun menjawab “Iya ya cha”.
Suatu senja sore, Cica sedang jalan-jalan di Kota
Tua, tidak sengaja bertemu dengan gadis yang mirip seperti pengemis di Jl.
Mampang Raya itu. Dia seperti gadis ceria dan sedang berjalan bersama seorang
pria. Ahh, tapi tak kuhiraukan itu, mungkin saja itu hanya kebetulan.
Keesokan harinya Cica berceritalah pada sahabatnya
Rio, ternyata bukan hanya Cica yang pernah melihatnya seperti itu, Rio juga
pernah melihatnya.
Kedua sahabat itu seperti merasa penasaran dengan
kejadian yang terasa ganjil. Suatu saat mereka mengikuti pengemis dan pemulung
yang suka berkeliaran didaerah Mampang Raya. Sekali, dua kali dan tiga kali
mereka tidak berhasil, karena kehilangan jejaknya. Akhirnya mereka putuskan “Ya
sudahlah, mungkin memang mereka benar orang yang tidak mampu”.
Tidak sengaja ketika Cica dan Rio keluar dari gerbang sekolah melihat gadis yang mirip dengan pengemis berjalan terburu-buru kearah
kampung seberang bantaran kali ciliwung sekolahnya. Dengan sigap Cica dan Rio
ikut mengejar gadis itu. Sambil berjalan cepat, gadis tersebut membuka topeng
luka yang biasa dipakai untuk mengemis, sambil mengeluarkan telepon genggam
dari kantong celananya dan berbicara lantang diteleponya.
Owh, ternyata gadis itu normal dan tidak terlihat
seperti kekurangan. Ternyata gadis itu terburu-buru karena pacarnya tertabrak
yang sekarang sedang berada di puskesmas.
Lalu kenapa gadis itu mau berprofesi menjadi
pengemis?
Selang seminggu ketika sedang Ujian Cica dan Rio
tidak pernah membeli es teler di Jl. Mampang Raya Jakarta, disudut bangunan
ruko tua.
Suatu ketika, cica bertemu dengan gadis tersebut,
dengan alasan mengadakan riset untuk tugas disekolahnya, maka cicapun bertanya
banyak hal dengan gadis itu dan terpenting dari pernyataan gadis tersebut
adalah “dia lebih senang mengemis, karena
sangat mudah untuk melakukannya dan dapat dengan cepat mengumpulkan uang yang
banyak”. Terkaget cica mendengar hal tersebut.
Jadi, mulai sekarang janganlah memberi uang kepada
pengemis jalanan, karena mereka menjadi asyik dengan profesi yang dijalaninya,
sementara itu profesi tersebut dapat membuat orang menjadi malas untuk bekerja
yang lebih baik lagi demi memenuhi kebutuhan hidupnya.